Thursday, November 26, 2015

Sungai cermin peradaban sebuah bangsa

di hutan sana, setetes demi setetes dari dedaunan, dari lumut, dari akar-akar pohon bergerak mengalir menuju suatu tempat yang lebih rendah terus menerus, jika tiba di suatu lembah, dia menunggu tetesan-tetesan lain untuk memenuhi cekungan lembah sampai pada titik bergerak lagi.
jika kita ikuti aliran tetesan air yang makin lama makin besar hingga membentuk sungai, mulailah kita akan mengikuti peradaban yang mengitari aliran itu. semenjak berbentuk tetesan air masih murni, bening dan segar. berkumpul makinbanyak, makin besar tetesan yang murni bening itu mulai ternoda oleh jatuhan ranting2 busuk atau kotoran2 binatang yang sedang melintasi kumpulan air tersebut. mengalir lagi menemui aliran lain dan menyatu, menyatu lagi dengan aliran yang lebih besar lalu membentuk anak2 sungai, mulai mengarah ke pemukiman manusia. di sini kemungkinan aliran yang sudah menganak sungai mulai ternoda lagi dengan kehadiran pemburu, mungkin cuci tangan atau cuci hasil buruan.semakin ke hilir, sampai ke pemukiman manusia, anak2 sungai sudah menyatu menjadi sungai kecil. di sana kebeningan air makin ternoda dengan dijadikannya aliran sungai sebagai tempat mandi, cuci pakaian, juga air2 yang berlumpur dari sawah2 semakin menambah noda pada kemurnian dan kebeningan air tersebut. semakin ke hilir, sungai2 kecil mempersatukan diri menjadi sungai besar dan mulai melintasi perkotaan. di sini lah air yang bening murni dari awalnya makin ternoda oleh pekatnya limbah2 yang mengalir ke sungai baik disengaja maupun tidak sengaja. manusia sudah tidak menghiraukan bening dan murninya aliran sungai karena kesibukannya beraktifitas untuk meraih keinginan-keinginannya. di perkotaan inilah jelas terlihat ke tidak perdulian manusia pada lingkungannya, baik dari segi perilaku, segi kepekaan terhadap lingkungan, pun segi peraturan2 yang selalu dilanggar oleh manusia itu sendiri.
jika kita cermati di perkotaan, fungsi sungai sudah sangat beragam. mulai dari tempat cuci pakaian, tempat jamban, tempat pembuangan sampah, sampai tempat pembuangan limbah yang berbahaya. di sana bertumpuk tingkah manusia, tingkah yang tidak perduli lingkungan, tingkah yang tidak mau tahu kebersihan, tingkah yang tidak mau tunduk peraturan, tingkah yang tidak mau memikirkan anak cucu, berbaur digodok di sungai yang mengular membelah kota.
air hitam, dekil, bau, dan berbahaya menjijikkan itu adalah cermin peradaban manusia yang berada di sekeliling aliran air itu.
masihkah mengharap air yang mengalir di sungai yang membentang membelah kota bisa bening? jawabannya ada pada manusia itu sendiri dengan perbaikan peradabannya.

No comments: