Thursday, December 31, 2015

Natal di Kampung Halaman (Desa Pulogodang)

Persaingan Sehat.
Taringot di tingki di huta, dipaborhat natua-tua marsingkola tu luat na asing, adong na tu Pakkat, tu Onan Ganjang, tu Dolok Sanggul, tu Balige, tu Tarutung, tu Siantar nang tu Medan.
Sai adong be do akka kegiatan ni parsingkola na borhat sian huta tarlobi tingki ari pesta (Natal). Sibaen di imana be ma goar ni punguan sian luat parsikkolaan na. Molo hami sian Doloksanggul targoar ma P4S (Persatuan Pemuda Pemudi Pulogodang Sekitarnya).
Mulai sian bulan September nunga hehe be mambaen kegiatan laho patupahon silua tu huta ima berupa acara Natal na dibaen mar drama, manang tonel didok najolo. Ganup minggu marpungu ma di jabu ni natua2, adong na latihan Koor, latihan liturgi tarlobi latihan drama.
Tung uli jala las do roha hatiha i, so nihilala loja. Sipata olo do lomos akka natua2 di angka kegiatan i, ai didok roha nasida sotung gabe sundat marsiajar alani akka kegiatan i. Alai i ma huroa bangkona, lam godang kegiatan lam ringgas muse do nang marsiajar. Ai tung mansai jarang do na talu manang tinggal kelas sian hutanta Pulogodang di luat dia pe marsingkola.
Dung libur semesteran di bulan Desember, mulak ma tu huta. Parmisi ma Ketua Panitia tu angka gereja na di huta, andigan boi patupahon acara silua i na berupa Drama Natal. Dung diputushon parhalado tanggal na, marroan ma tu gereja ariani akka panitia laho paturehon pentas, attar somal dibaen do panggung di langgatan ni gareja, dipinjam ma papan sian akka natua2 di huta somalna akka na naeng paturehon jabu alai dang dipakke dope papan na i. Ringgas be do sude panitia margotong royong paturehon pentas i, adong na mamboan gargaji, tokkok, labang, tali palastik, tali nilon, galendong ni bonang, harotas miak dohot lan na asing. Tung uli ma tahe, jala dos roha. Ihutni i, attar somal do tong, ganup anggota mamboan kain panjang mambaen tenda di panggantungkon mai tu tali laho manutup pentasi, jala boi dibuka tutup hombar tu acara.
Godang do akka kenangan disi, manonton drama babak demi babak, mar vokal group, marlelang (masibaen goarna do biasa akka na marlelang i, adong si hutur sanggul, si dung-dung langit, si bondut labang, massam ma i).
Molo attar lungun do cerita ni drama i, attar sai adong do natua2 na tarilu mangihut-ihut drama i, adong muse na gabe mambaen masihol tu pangarantona naung lelng dang mulak.
Antusias do sude akka natua-tua, naposo nang dakdanak paihut-ihut acara ni binoan ni angka parsingkola.
Molo hami naujui sian P4S, mambaen silua Natal berupa drama na berjudul Datu Elka, hira2 alur ceritana tudos tu si Yohannes na hona bunu ala na pararat barita nauli. Torop do na histeris tikki i, dung dibunu datu elka si Yohannes, ai huroa sai hira na tung suman do peragaan i dibereng akka panonton. ung pe sidung acara, jong-jong ma sude akka aktor dan aktris pemeran ni dramai, dang na mate hape si Yohannes i, sipaula-ula doi hombar tu alur ceita ni drama i.
Martopap ma akka panonton, mekkel ia na deba dungi marmulakan ma sada-sada masiboan lampu sitarongkengna be marudur-udur di gadu-gadu dompak hutana be.
Tinggal ma panitia dohot anggota mambongkari pentas, dang nihilala lojana, ai puas do perasaan na mangulahon acara i. Dung sidung mambongkar pentas, marpungu ma di sada jabu sude anggota i, marsogotna tarlambat ma dungo (kesiangan), alai dang pola dimuruki natua2 i, ai tardophon roha do nasida nga makkar modom sude panitia.
Uli ma sude, jala sonang roha di na mamestahon ari hatutubu ni Yesus Sipalua i, jala akka on ma kenangan na so tarlupahon tikki haposoon di huta, Pulogodang na uli i.
Slamat Natal ma di hita saluhutna, jala Selamat menjelang Taon Baru.
Horas!
Syalom!




Monday, December 14, 2015

Feodal VS Masyarakat Madani

Puluhan tahun silam ketika saya masih kecil, nun jauh di kampung halaman kami hidup sangat sederhana, minim informasi, polos tapi rukun. Masa kanak-kanak kami tetap ternikmati dengan bermain di sawah, di sungai atau di semak-semak. Sesederhana itu, tapi nikmat dan menggembirakan. Ketika kami sedang asik bermain, tiba2 kami berkerumun melihat teman baru yang berpakaian bersih masih seumuran dengan kami. kami semua kagum juga rada2 ragu untuk menyapa, karena dia ber bahasa Indonesia, sementara kami semua hanya paham bahasa kampung kami. Namanya anak2, bahasa bisa berbeda, tapi bermain tetap bisa cair, entah saling mengerti atau apa saya juga sampai sekarang bingung memikirkan hal itu.
di tengah ramai dan asyiknya bermain, tak sengaja lemparan batu mengena persis kepalanya dan berdarah. semua teman2 pada menyaalahkan saya, dan sampai pada orang tua. Ketika sampai di orang tua, masih saya ingat persis omongan orang tua itu kepada saya,"jangan main-main dengannya, dia itu anak negara!", membuat nyali saya makin ciut. yang saya pikirkan, saya dan orang tua saya akan dibawa ke kecamatan dan dihukum oleh negara.
Itu sekelumit cerita masa kecil, yang ternyata orang tua teman kami yg dari kota itu adalah seorang tentara. Sedemikian diagung-agungkan ketika itu seorang aparat, bahkan sampai anaknya juga harus dihormati, tidak boleh diganggu oleh siapapun, karena katanya kala itu, dia adalah anak negara.
Itu kejadian sekitar tahun 80 an, bahwa para penyelenggara atau aparat negara dianggap memiliki kelas tertinggi di kasta masyarakat kala itu. Rakyat harus tunduk kepada aparat, tidak boleh macam-macam, karena jika macam2 bisa2 kita diancam, baik oleh aparatnya sendiri atau sanak saudaranya.
Saya mengistilahkan kondisi kala itu adalah kondisi feodal. Rakyat harus bungkam, tidak boleh berkutik, melihat baju loreng saja kita sudah menggigil. Belum lagi saudaranya terkadang lebih garang dari aparatnya sendiri.
Tak heran di jaman itu, jika ada orang yang sok mau dihargai, sok mau dihormati akan dijuluki feodal. entah benar atau tidak istilah itu, saya juga tidak begitu merisaukannya. Ini hanya pembanding dengan situasi terkini dan yang akan terjadi.
Kini aparat harus lebih berhati-hati, karena situasi sudah berubah sejak bergulirnya reformasi. Mereka bukan lagi tuan yang harus disembah, merka bukan lagi orang bertangan besi yang musti dituruti. Situasi sudah berubah, kini rakyat lebih banyak bicara, salah2 sedikit aparat bisa kena damprat oleh hukum, karena semangat baru yang timbul yakni hukum adalah panglima dalam penyelenggaraan pemerintah.
Keadaan ini memang masih setengah hati, masih ada secuil yang arogan, masih ada segelintir yang memberdayakan fasilitas yang diberikan oleh negara demi kepentingan pribadinya. Masih belajar dan masih berusaha dalam tarnsformasi menuju masyarakat madani.
Masyarakat madani terwujud, maka rakyat lah yang benar2 memegang kekuasaan tertinggi di negara ini. sehingga para penyelenggara atau aparat negara akan mikir seribu kali untuk mempermainkan jabatannya demi kepentingan pribadi, karena rakyat akan mengontrol setiap langkah mereka.
Akan tiba waktunya, menjadi pejabat bukanlah kebanggaan tapi pengabdian yang benar2 tulus. Dan pada akhirnya, menjadi pengabdi di negeri ini tidak harus mengeluarkan uang untuk mewujudkannya, cukup dengan bekal ilmu pengetahuan dan niat baik. Sogok menyogok menjadi barang langka, bahkan bisa nihil. dan kemiskinan kolektif juga akan tidak ada lagi.
Menjadi pimpinan parpol juga akan menjadi lain, karena motifnya adalah pengabdian bukan niat memburu rente.
Bersiaplah menjadi agen pembaharu di negeri ini, menjadi pelopor sekaligus pelaku.

Semoga

Friday, December 11, 2015

Revolusi Mental (Tobat Nasional)

Masih segar di ingatan kita, salah satu ucapan yang direlease oleh Bapak Jokowi (ketika itu Kandidat Presiden RI) adalah Revolusi Mental. Beliau pasti paham betul dengan ucapannya terhadap situasi kondisi mental bangsa yang kian jauh dari cita-cita luhur pendiri Republik ini, yakni menciptakan Negara yang makmur, sejahtera. aman dan nyaman bagi seluruh rakyat Indonesia. Di tengah gejolak politik Nasional dan Internasional, perilaku para pemangku jabatan sudah semakin jauh dari sikap melayani, sebaliknya harus dilayani oleh rakyat. Tentu hal ini sangat bertentangan dengan semangat dan cita-cita para pejuang yang merebut kemerdekaan, hingga terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.

Tatkala ucapan "Revolusi Mental" digulirkan, tidak sedikit yang mencibir bahkan meremehkan ucapan itu, seolah-olah itu hanyalah mimpi-mimpi belaka, karena sulit diwujud nyatakan, terlalu maya di sebagian pikiran orang. Berbeda dengan mayoritas rakyat yang mendambakan keadilan, kesejahteraan dan kesetaraan hidup, ucapan itu seakan menjadi sebuah roh perjuangan, semangat kebersamaan, bahwa di dalam ucapan "Revolusi Mental" terkandung sebuah semangat yang menyala-nyala untuk merubah kondisi bangsa yang sedang mengalami ketimpangan yang sangat tingg, baik ketimpangan sosial apalagi ketimpangan ekonomi. Harapan baru bagi rakyat ekolem (ekonomi lemah) seakan terbit bagaikan mentari pagi dengan adanya ucapan itu. Terbukti dengan bergegasnya masyarakat yang tadinya apatis menjadi optimis, menyongsong kedatangan pemimpin baru, sumbangsih mereka tidak bisa dianggap remeh, bahkan dana untuk menghadirkan pemimpin baru mengalir dari masyarakat terpinggirkan itu, mulai dari partisipasi 5.000 rupiah hingga ratusan ribu rupiah berdatangan. Inilah harapan baru, dengan pola hidup yang akan dibuat baru, dibekali semangat Revolusi Mental.

Kini, ada yang masih apatis dengan beliau, masih ada yang pesimis dengan langkah-langkah yang diambil beliau, tapi juga banyak yang terperangah takjub dengan hasil kinerjanya, bahkan pemimpin dunia pun banyak yang mengakui hasil kinerjanya. Tentu dengan ketulusan, kerja keras, dan kejujuran lah yang dikedepankan dalam menjalankan tugas2nya sebagai orang nomor satu di Republik Indonesia tercinta ini. Tauladan yang diberikannya dengan kinerjanya itulah contoh Revolusi Mental yang di releasenya waktu kampanye tahun lalu. Adakah elit2 atau pejabat2 yang sudah mengikuti langkahnya? Mungkin sudah ada, tapi yang belum mengikutinya? Mungkin lebih banyak. Kita harus objektif melihat, ada lembaga negara yang tidak melaksanakan fungsi semestinya, malah merambah ke fungsi lembaga lain. Itu fakta, bukan isu.

Revolusi Mental adalah semacam pertobatan nasional. Di segala bidang kita harus merevolusi mental. Contoh nyata di masyarakat, buang sampah apakah sudah semestinya? berkendaraan apakah sudah pas di jalur masing2? berjualan sudahkan pada lokasi semestinya? dalam hal memilih wakil atau pemimpin, masihkah kita mengharapakan duit yang tidak seberapa itu?. Banyak hal yang musti kita benahi bersama dalam rangka Revolusi Mental atau Tobat Nasional ini.

Presiden Jokowi adalah manusia biasa, punya keterbatasan di balik kelebihannya. Dia tidak boleh sendirian, dia tidak mampu merevolusi mental bangsa ini tanpa keikut sertaan seluruh lapisan masyarakat. Terlalu berat beban yang dipikulnya dalam kesendiriannya, padahal manfaat dari karya2nya adalah demi seluruh masyarakat.

Sadar atau tidak, setuju atau bertolak belakang, Revolusi Mental sangat diperlukan dalam membenahi keterpurukan bangsa ini. Tentu tidak serta merta dalam waktu singkat kelihatan hasilnya, biar lambat asal selamat kata ungkapan klasik, itu lebih baik daripada kelihatan cepat tapi tidak tepat. Manfaat Revolusi Mental tidak sama dengan makan cabe, begitu dimakan langsung pedas tapi pedasnya cepat hilang.

Semoga!





Wednesday, December 2, 2015

Membangkitkan Ekonomi Perdesaan

Wilayah Indonesia didominasi oleh luasnya perdesaan, dengan perbandingan yang sangat jauh dengan per kota an. Namun pergerakaan ke ekonomi an sangatlah lamban, perputaran uang sangat minim dibanding dengan pergerakan ekonomi dan perputaran uang di kota, kontras sekali perbandingannya. Salah satu faktor penyebab derasnya urbanisasi ke kota-kota besar. Karena semua warga negara berhak hidup di setiap jengkal wilayah Nusantara ini dan berkeinginan untuk memperbaiki taraf hidup yang nota bene diukur dengan uang. Naluri manusia untuk berpindah tempat mencari penhidupan yang lebih layak adalah hal yang sangat klasik, mulai dari kehidupan purba yang nomaden sampai kini, hal berpindah tempat tetap berlangsung.
Ekses urbanisasi ini adalah penumpukan penduduk di perkotaan dengan berbagai akibat yang timbul, mulai dari permukiman yang semrawut, gangguan ketertiban umum sampai kriminalitas akan semakin bertambah. tentu hal ini akan membuat pusing pemerintah selaku pemangku tanggung jawab atas keindahan, ketertiban dan kesejahteraan kota.

Berangkat dari situasi kondisi di atas, selayaknya seluruh elemen bangsa ini memikirkan bagaimana cara untuk membangkitkan ekonomi perdesaan. Pemerintah sebagai fasilitator untuk mermbangkitkan itu juga harus berpikir keras untuk hal tersebut. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk mewujudkan kebangkitan perekonomian di perdesaan, diantaranya.

1. Infrastruktur.
Sarana jalan sangatlah dibutuhkan di perdesaan, untuk bisa memperpendek siklus pengangkutan alat pertanian dari kota dan hasil peranian dari desa. terkadang persoalan yang timbul adalah hitung-hitungan ke ekonomi an. jika infrastruktur dibangun apakah ekonomi di pedesaan akan bisa menutupi biaya untuk pembangunannya? Jika tidak, apakah selamanya infrastruktur ke pedesaan tidak akan dibangun?
sebaliknya, jika infrastruktur dibangun tanpa terlebih dahulu menghitung ke ekonomi an di desa, apakah akan membangkitkan ekonomi di situ?
jawaban yang akan logis, adalah pembangunan infrastruktur di suatu desa pasti akan membangkitkan ekonomi di desa tersebut. dengankata lain, bangun dulu baru berkembang, jangan tunggu berkembang baru dibangun.

2. Ilmu pertanian.
Para petani tradisional bekerja berbekal pengalaman turun temurun, mulai dari nenek moyang sampai kini, sesedikit ada juga sih pengaruh perkembangan jaman, tapi pengaruh itu sedikit. Pemerintah lah yang harus berperan aktif memberi informasi dan pembelajaran tata cara pertanian yang semakin modern untuk hasil yang lebih maksimal. Pola pikir rakyat per desa an harus dibuka, dengan berbagai penyuluhan dengan mendatangkan Sarjana2 pertanian ke desa-desa. sistem pembelajarannya tergantung kondisi dan kultur masing2 desa. Mulai dari pembibitan, perawatan, pengolahan, pencegahan penyakit tanaman, dan banyak lagi pembelajaran yang dapat dilakukan.

3. Pemasaran hasil pertanian.
Sistem ijon, tengkulak sangatlah kental di pedesaan, hal itu berlangsung bagai mata rantai yang sulit diputus. Awalnya didesak oleh kebutuhan, bisa untuk sekolah anak, biaya persalinan, memperbaiki rumah yang sduah usang, dan lain lain maka sistem ijon pun berlaku. Baru menanam padi belum panen, tapi sudah dijual. jika hasilnya kelak lumayan, bisa lah lepas dari sang peng ijon, yang jadi masalah jika hasil panen jeblok, mau tidak mau si petani minta tambahan ijon dari sang pengijon dan barang tentu akan memperbesar utang si petani. Hampir sama dengan tengkulak, hasil tani baru akan di petik minggu depan, tapi tengkulak sudah memberi uang untuk kebutuhan petani. demikian berulang-ulang situasinya bisa sampai bertahun-tahun. syukur2 anak petani yang terlilit utang ke pengijon atau tengkulak bisa sukses di kota, maka orang tuanya bisa lepas dari rantai ijon dan tengkulak tadi.
Ruginya lagi, para pengijon atau tengkulak memberi harga hasil tani semau nya, padahal dia jual ke kota dengan harga tinggi. semakin terpuruklah petani, semakin gemuklah pengijon dan tengkulak. Anehnya, hal tersebut bisa berlangsung hingga puluhan tahun tanpa ada yang bisa menggeser para pengijon dan tengkulak.
di sinilah peran besar pemerintah untuk memikirkan sekaligus memfasilitasi pemasaran hasil2 pertanian.

4. Koperasi Unit Desa
Jaman Orba, di desa-desa dibangun gudang hasil pertanian yang dikelola oleh KUD (Koperasi Unit Desa). Maksud pemerintah pusat kala itu sangatlah mulia, untuk membantu perekonomian di desa, tapi praktek di lapangan sangat jauh dari harapan. Bangunan2 yang diperuntukkan untuk gudang tidak dipakai sama sekali, KUD hanya isapan jempol, karena tengkulak dan pengijon lah yang berkuasa di desa2. KUD tidak ada pengurusnya, gudang tak bertuan, lama-lama tinggal rumput ilalang. Kemungkinan besar kala itu adalah tengkulak dan pengijon tidak setuju adanya Koperasi Unit Desa, karena lahan empuk mereka akan hilang. dan rata2 para penguasa desa pada saat itu berperan sebagai tengkulak dan atau pengijon.
Sia-sialah niat luhur pemerintah pusat untuk membangkitkan ekonomi desa, gudang2 yang dibangun tinggal tanah ditumbuhi rumput ilalang, pengurus KUD tidak kunjung ada.
Kegagalan itu harus mampu menjadi bahan pelajaran dan pembelajaran bagi masyarakat desa dan pemerintah sekarang.

Kebangkitan ekonomi per desa an adalah kebangkitan ekonomi Indonesia, karena wilayah dan jumlah penduduk perdesaan jauh lebih besar dibanding per kota an.